Elsa - Disney's Frozen

Tuesday 10 May 2016

MAKALAH PANDANGAN DAN FILOSOFI REPRODUKSI TRADISIONAL (KESEHATAN REPRODUKSI)


BAB II
PEMBAHASAN
PANDANGAN DAN FILOSOFI REPRODUKSI TRADISIONAL
Sekalipun tatanan pelaksanaan filosofis reproduksi di Indonesia sangat bervariasi, mulai dari proses meminang, perkawinan sampai perawatan pasca partumnya. Semua aktivitas tersebut mempunyai tujuan yang sama agar semua proses tersebut dapat berjalan lancer, mencapai keselamatan perkawinan tetap langgeng, banyak rezeki, dan panjang umur sampai lanjut usia tetap rukun.
            Bila diperhatikan prosesi perkawinan disetiap daerah sifatnya sacral dan disesuaikan dengan adat-istiadat yang berlaku di daerahnya. Bila disimak secara keseluruhan dalam proses perkawinan saja bangsa Indonesia mempunyai begitu banyak variasi yang merupakan kekayaan budaya yang perlu dipertahankan. Kita merasa bersyukur karena pendahulu dan pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia menemukan jati dirinya dalam bentuk Bhineka Tunggal Ika, yang artinya kesatuan dalam keanekaragaman.
 Perkawinan
            Proses perkawinan adalah sakral yang tujuan utamanya mencapai kelanggengan dalam menempuh hidup selanjutnya sampai lanjut usia. Bila disimak, peerkawinan dengan masalah reproduksi terdiri dari tiga tahap utama :
1.     Bersih diri, kedua mempelai dibersihkan jiwa dan raganya, sehingga dapat menerima kehamilan yang bersifat suci. Dengan cara simbolik diharapkan agar dapat menurunkan generasi yang baik, berakhlak, beriman, dan berbudi luhur sesuai dengan ajaran agama.
2.     Pengesahan perkawinan menurut adat dan agama. Pengesahan ini sangat penting yang berarti bahwa anak yang akan dilahirkan sah menurut adat dan agama, dilakukan oleh yang mendapatkan tugas khusus. Kini pengesahannya oleh Kantor Agama untuk kepastian hukum.
3.     Perkenalan, yaitu memperkenalkan  kepada keluarga dan masyarakat bahwa keduanya telah resmi menjadi suami istri. Perkenalan dapat dilakukan saat proses perkawinan atau pada waktu yang ditetapkan secara khusus.
Melalui tiga konsep pokok tersebut perkawinan tetap menduduki tempat sakral, simbolik, dalam kehidupan masyarakat.
Waktu dan kondisi kejiwaan dalam hubungan seksual
            Hubungan antara waktu dan kondisi kejiwaan dalam melakukan hubungan seksual masih memerlukan penelitian.
Masalah hubungan antara waktu waktu dan hubungan seksual
            Dalam literatur kuno telah dibahas tentang waktu dan situasi ketika melakukan hubungan seksual. Hubungan seksual penting untuk dapat menurunkan putra-putri yang diinginkan, yang dikemukakan dalam slokantara Pasal 52 sebagai berikut:
Di waktu  malam, Dewi Ratih (bulan) sebagai lampunya alam, di waktu siang Dewa surya (matahari) sebagai lampunya dunia dan di ketiga alam ini, maka dharmalah (perbuatan baik atau Tuhan Yang Maha Esa ) menjadi lampunya. Sedangkan dalam keluarga putra-putri yang baik menjadi cahaya lampunya.”
            Berkaitan dengan tujuan untuk menciptakan putra-putri yang baik terdapat nasihat tentang hubungan seksual sebagai berikut:
1.     Sanggama sebagainya dilakukan malam hari, dalam situasi tenang dan diikuti dengan tidur yang nyenyak setelah mencurahkan puncak kasih sayang.
2.     Sanggama pada siang hari akan menghasilkan keturunan yang lemah, umurnya pendek, dan hidupnya kurang beruntung.
3.     Waktu hubungan seksual untuk menciptakan keturunan yang baik adalah hari ke-8 sampai ke-16 dari saat menstruasi.
4.     Masalah menstruasi dikaitkan dengan peredaran bulan, sehingga dilarang melakukan hubungan seksual saat menstruasi, satu hari menjelang dan sesudah bulan mati atau bulan purnama karena dianggap tidak menghormati bulan.
5.     Kehamilan yang terjadi saat berlangsungnya gerhana  bulan atau matahari, anak yang dilahirkan akan mempunyai cacat badan.
6.     Masalah emosi saat melakukan hubungan seksual meliputi:
a.     Hubungan seksual yang dilakukan dalam keadaan penuh kecemasan akan lahir  anak yang buta, bungkuk, kerdil bahkan tanpa anggota badan.
b.     Beberapa contoh dalam Mahabharata:
·       Kedua janda Wicitrawirya dikawinkan oleh Dewi setyawati Putri Gangga dengan putranya yang pertama seorang pertapa yaitu Abyasa.
·       Abyasa yang kudisan, kotor, dan berbau menunaikan tugas ibunya dengan datang ke peraduan Ambika dalam kamar yang terang.
·       Permaisuri Ambika sangat kaget, takut, cemas sehingga memejamkan mata selama berhubungan badan. Akibatnya lahirlah Prabu Dastarasta yang buta. Ibunya menolak putra mahkota yang buta dan meminta keturunan dari permaisuri Ambalika.
·       Permaisuri Ambalika didatangi dengan tujuan yang sama agar mendapatkan keturunan Bharata. Ambalika juga terkejut dan pucat pasi ketika melakukan hubungan badan dengan Abyasa sekalipun matanya tetap terbuka  selama berhubungan badan. Akibatnya lahir Putra Mahkota Pandu yang pucat. Ibunya Dewi setyawati tetap bersedih, karena putra mahkota keduanya pucat dan meminta seorang putra lagi.
·       Setelah beberapa lama, Abyasa memasuki kamar untuk ketiga kalinya, namun permaisuri Ambika dan Ambalika menggantinya dengan seorang pembantu. Pembantu ini menerimanya dengan penuh hormat, kasih sayang, tidak memperhatikan keadaan Begawan Abyasa, dan memberikan pelayanan sebagaimana mestinya. Hasilnya, lahir seorang putra yang diberinama Widura yang artinya orang yang paling bijaksana di atas dunia ini.
Demikianlah contoh situasi kejiwaan yang meliputi hubungan seksual yang akan berdampak pada hasilnya.
a.     Masalah penyebab lahirnya anak laki-laki, permpuan, banci, cacat, dan kembar, diceritakan dalam Garbha Upanisad sebagai berikut:
·       Spermatozoa (sukla) dan sonita (swanita) adalah milik laki-laki dan perempuan yang masing-masing netral.
·       Bila bergabung, kemampuan hidupnya meningkat dan dapat berlangsung terus. Lahir laki-laki bila pengaruh ayahnya lebih besar. bila pengaruh ibunya lebih besar akan lahir perempuan. Bila sebanding, akan lahir anak banci (kejiwaannya).
·       Hubungan seksual dikaitkan dengan waktu, tempat, dan tingkat kenikmatan. Bila hubungan seksual dilakukan dengan baik, anak yang akan lahir laki-laki, laksana gambaran ayahnya pada cermin yang memantulkan wujud aslinya. Bila cermin pecah akibat interaksi keduanya (sukla dan swanita) akan lahir kehamilan ganda. Bila sukla (spermatozoa) dan swanita (benih perempuan) pecah ada kemungkinan akan lahir jenis kelamin campuran. Bila hanya sekali melakukan hubungan seksual dan terus menjadi hamil, anak yang lahir akan menjadi pendiam. Sebaliknya, bila dilakukan hubungan seksual cukup sering, akan lahir anak dengan kemungkinan menjadi sepasang atau penuh dengan kegembiraan (uperfekundasi).
·       Mengandung bayi hanya seorang adalah biasa, tetapi bila hamil dengan bayi kembar tiga, hanya satu dalam seribu.
·       Tentang teknik hubungan seksual dapat dijumpai pada buku India Kamasutra.
Secara keseluruhan nasihat tentang waktu dan emosi saat hubungan seksual tidak banyak perbedaan dikaitkan dengan IpTekDok modern reproduksi. Nasihat tentang hari ini  melakukan hubungan seks antara hari ke-8 sampai ke-16, sudah termasuk minggu masa subur yang terjadi sekitar ke-10 sampai ke-16. Bila dikaji lebih lanjut dijumpai larangan-larangan untuk tidak melakukan hubungan seks untuk meningkatkan kualitas keturunan yang diinginkan setiap keluarga. Di dalamnya terselip ajaran kerkeluarga berencana dengan membatasi hubungan seksual. Secara tersirat digambarkan kemungkinan terjadinya kehamilan ganda superfekundasi atau tripel, tentang kelahiran bayi laki-laki atau perempuan serta kelahiran bayi dengan tempramen kejiwaan banci atau waria. Suatu bayangan yang membuka peluang untuk melakukan penelitian.



selamat membaca, semoga bermanfaat :)

No comments:

Post a Comment