SOSIOLOGI
DAN ANTROPOLOGI
SISTEM MATA
PENCAHARIAN
DOSEN :
DEDEH ZUBAEDAH, S.Pdi.,M.Pd
KELOMPOK 5
· NUR LATIFAH
· SITI ASIAH NURJAMILAH
· ETIN SUHARTINI
· DWI FIQIH WAHYUNI
UNIVERSITAS
MATHLA’UL ANWAR
PRODI
KESEHATAN MASYARAKAT
2015
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian sistem mata pencaharian
Sebelum mengenal lebih jauh tentang bagaimana sistem
mata pencaharian, alangkah baiknya kalau kita mengenal terlebih dahulu dari
segi arti sistem mata pencaharian itu sendiri, berdasarkan Kamus Umum Bahasa
Indonesia, sistem mata pencaharian terdiri dari dua unsur kata yaitu:
Sistem:
Pengertian sistem ada tiga yaitu:
1.
Sekelompok bagian (alat, dsb) yang bekerja bersama-sama untuk melakukan sesuatu
; -urat saraf dalam tubuh-pemerintahan,
2.
Sekelompok dari pendapatan, peristiwa, kepercayaan,dsb. Yang disusun dan diatur
baik-baik-filsafat.
3.
Cara (metode) yang teratur untuk melakukan sesuatu;-pengajaran bahasa
Mata Pencaharian:
Berarti, pekerjaan yang menjadi pokok penghidupan
(sumbu atau pokok), pekerjaan/pencaharian utama yang dikerjakan untuk biaya
sehari-hari. Misalnya; pencaharian penduduk desa itu bertani. “Dengan
kata lain sistem mata pencaharian adalah cara yang dilakukan oleh sekelompok
orang sebagai kegiatan sehari-hari guna usaha pemenuhan kehidupan, dan menjadi
pokok penghidupan baginya”. 2.1.1 Sistem Mata Pencaharian Tradisional
Perhatian para ahli antropologi pada berbagai macam
sistem mata pencaharian atau sistem ekonomi tradisional yang menekankan pada
perhatian terhadap kebudayaan suatu suku bangsa secara holistik. Berbagai macam
sistem tersebut yaitu:
a)
Berburu dan meramu
Mata pencaharian berburu dan meramu (hunting and
gathering) merupakan suatu mata pencaharian manusia yang paling tua dan
sekarang banyak masyarakat yang beralih pada mata pencaharian lain, hanya
kurang-lebih setengah juta dari 3000 juta penduduk dunia sekarang atau
kira-kira hanya 0,01% saja hidup dari berburu dan meramu. Walaupun suku-suku
bangsa berburu dan meramu tinggal sedikit dan sulit didatangi namun para ahli
antropologi masih tetap manaruh perhatian terhadap mata pencaharian ini untuk
dapat menganalisa asas masyarakat dan kebudayaan manusia secara historikal.Di Indonesia
masih ada juga bangsa yang hidup dari meramu, yaitu penduduk rawa-rawa di
pantai-pantai Irian Jaya yang hidup dari meramu sagu. Hal-hal yang dianalisis
para ahli antropologi pada mata pencaharian ini adalah sumber alam da modal,
tenaga kerja, produksi dan teknologi produksi serta konsumsi, distribusi dan
pemasaran.
b)
Beternak
Beternak secara tradisional atau pastoralism sebagai
suatu mata pancaharian pokok yang dikerjakan dengan cara besar-besaran, pada
masa sekarang dilakukan oleh kurang-lebih tujuh juta manuisa, yaitu kira-kira
0.02% dari ke-3000 juta penduduk dunia. Sepanjang sejarah, suku-suku bangsa
peternak menunjukan sifat-sifat agresif. Bangsa-bangsa peternak biasanya hidup
mengembara sepanjang musim semi dan musim panas dalam wilaynh tertentu yang
sangat luas, dimana mereka berkemah dijalan pada malam hari. Dalam hal
mempelajari masyarakat peternak, ilmu antrpologi juga menaruh perhatian yang
sama seperti mata pencaharian lain yaitu masalah peternakan dan modal, masalah
tenaga kerja, ma produksi,dan teknologi produksi dan akhirnya masalah konsumsi,
distribusi dan pemasaran hasil peternakan.
c)
Bercocok tanam di ladang
Bercocok tanam di ladang merupakan suatu bentuk mata
pencaharian manusia yang lambat laun juga akan hilang, diganti dengan bercocok
tanam menetap. Bercocok tanam di ladang sebagian besar dilakukan di
daerah-daerah rimba tropik terutama di Asia Tenggara dan Kepulauan Asia
Tenggara. Cara bercocok tanam di ladang yaitu membuka sebidang tanah dengan
memotong belukar dan menebang pohon-pohon, dahan-dahan dan batang-batang yang jatuh
bertebaran dibakar setelah kering; kemudian ladang-ladang yang dibuka itu
ditanami dengan pengolahan yang minimum dan tanpa irigasi; sesudah dua atau
tiga kali memungut hasilnya, tanah itu ditinggalkan; sebuah ladang baru dibuka
dengan cara yang sama; setelah 10-12 tahun, mereka akan kembali ke ladang
pertama yang sudah tertutup hutan kembali. Para ahli antropologi menaruh
perhatian terhadap masalah tanah dan modal, tenaga kerja, teknologi dan
cara-cara produksi serta pemasaran hasil bercocok tanam di ladang.
d)
Menangkap ikan
Disamping berburu dan meramu, menangkap ikan juga
merupakan mata pencaharian yang sangat tua. Mata pencaharian ini dilakukan oleh
manusia purba yang kebetulan hidup di sekitar sungai danau atau laut telah
menggunakan sumber alam yang penting itu untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Menurut para ahli lebih dari 50% ikan di seluruh dunia hidup dalam
kawanan yang meliputi beribu ekor dengan jarak 10-30km dari pantai. Ada
laut-laut tertentu yang pantainya menjadi daerah hidup kawanan ikan tertentu,
yang berimigrasi menurut musim. Di perairan sekitar pantai Nusantara bagian
barat terdapa awanan besar ikan kembung, dan di sekitar pantai Kepulauan
Nusantara bagian timur terdapat ikan cakalang. Dalam mempelajari suatu
masyarakat yang bermata pencaharian
sebagai nelayan, para antropologi juga menaruh perhatian hal serupa yaitu
sumber alam dan modal, tenaga kerja, teknologi produksi, dan konsumsi
distribusi dan pemasaran.
e)
Bercocok tanam menetap dengan irigasi
Bercocok tanam menetsap pertama-tama timbul di
beberapa daerahyang terletak di derah periran di sungi-sungai besar (karena
daerah itu subur tanahnya). Banyak suku bangsa yang melakukan bercocok tanam di
ladang dan sekarang mulai berubah menjadi petsni menetap. Perubahn ini terjadi
di daerah-daerah berpendududkan padat yangmelebihi kira-kira 500 jiwa tiap km2.
Ilmu antropologi yang menaruh perhatian terhadap masalah yang berkaitan dengan
mata pencaharian ini adalah tanah dan modal, tenaga kerja, teknologi (masalah
organisasi irigasi, pembagian air dan sebagainya), konsumsi, distribusi dan
pemasaran. Dari kelima sistem tersebut, seorang ahli antropologi juga hanya
memperhatikan sisitem produksi lokalnya termasuk sumber alam, cara pengumpulan
modal, cara pengarahan dan pengaturan tenaga kerja, serta teknologi produksi,
sistem distribusi di pasar-pasar yang dekat saja, dan proses konsumsinya.
2.2
Organisasi Sosial
2.2.1 Unsur-unsur
Khusus dalam Organisasi Sosial
Setiap
kehidupan masyarakat diorganisasi atau diatur oleh adat-istiadat dan aturan-aturan
mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan tempat individu hidup dan
bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan mesra adalah
kesatuan kekerabatannya, yaitu keluarga inti yang dekat dan kaum kerabat lain.
Kemudian ada kesatuan-kesatuan di luar kaum kerabat, tetapi masih dalam
lingkungan komunitas. Karena tiap masyarakat manusiadan juga masyarakat
desa, terbagi ke dalam lapisan-lapisan, maka
tiap orang di luar kaum kerabatnya menghadapi lingkungan orang-orang yang lebih
tinggi daripadanya dan yang sama tingkatnya. Di antara golongan terakhir ini
ada orang-orang yang dekat padanya dan ada pula orang-orang yang jauh padanya.
2.2.2 Sistem
Kekerabatan
Dalam
masyarakat di mana pengaruh industrialisasi sudah masuk mendalam, tampak bahwa
fungsi kesatuan kekerabatan yang sebelumnya penting dalam banyak sektor
kehidupan seseorang, biasanya mulai berkurang dan bersamaan dengan itu
adat-istiadat yang mengatur kehidupan kekerabatan sebagai kesatuan mulai
mengendor. Namun masih banyak sekali masyarakat di Afrika, Asia, Oseania, dan
Amerika Latin, yang berdasarkan pertanian dengan suatu kebudayaan agraris. Pada
kebudayaan seperti itu hubungan kekerabatan dalam kehidupan masyarakat biasanya
masing-masing sangat penting.
2.3 Sistem
Pengetahuan
2.3.1 Perhatian
Antropologi terhadap Pengetahuan
Dalam
suatu etnografi biasanya ada berbagai bahan keterangan mengenai sistem
pengetahuan dalam kebudayaan suku bangsa yang bersangkutan. Bahan itu biasanya
meliputi pengetahuan mengenai teknologi, sering kali juga ada keterangan
mengenai pengetahuan yang mencolok dan dianggap aneh oleh pengarangnya, seperti
kepandaian suku-suku bangsa Negrito di Sungai Kongo Afrika Tengah dalam
mengolah dan memasak bisa panah yang “mujarab”, pengetahuan mengenai
obat-obatan asli dari suku-suku bangsa penduduk Sumatera Barat, atau
pengetahuan teknologi suku-suku bangsa penduduk Polinesia dan Mikronesia
mengenai pembangunan perahu dan kepandaian berlayar dengan seluruh sistem
navigasinya. Malahan mengenai pengetahuan yang mencolok serupa bahan telah
ditulis dalam berbagai karangan khusus. Walaupun demikian, bahan itu sering
kali kurang menjadi objek analisis para ahli antropologi; dalam karangan ilmu
antropologi bahan itu hanya merupakan bahan istimewa saja.
2.3.2 Sistem
Pengetahuan
Uraian
mengenai pokok-pokok khusus yang merupakan isi dari sistem pengetahuan dalam
suatu kebudayaan, akan merupakan suatu uraian tentang cabang-cabang
pengetahuan. Cabang-cabang itu sebaiknya dibagi berdasarkan pokok perhatiannya.
Dengan demikian tiap suku bangsa di dunia
biasanya mempunyai pengetahuan tentang :
a)
Alam sekitarnya
Pengetahuan
tentang alam sekitarnya misalnya pengetahuan tentang musim-musim, tentang
sifat-sifat gejala alam, tentang bintang-bintang dan sebagainya. Pengetahuan
mengenai masalah tersebut biasanya berasal dari keperluan praktis untuk
berburu, bertani, berlayar menyebrangi laut dari suatu pulau ke pulau lain
(seperti pada suku-suku bangsa penduduk kepulauan Oseania).
b)
Alam flora di daerah tempat tinggalnya
Pengetahuan tentang
alam flora sudah tentu merupakan salah satu pengetahuan dasar bagi kehidupan
manusia dalam masyarakat kecil, terutama bila mata pencarian hidupnya yang
pokok adalah pertanian, tetapi juga suku-suku bangsayang hidup dari berburu,
peternakan, atau perikanan tidak dapat mengabaikan pengetahuan tentang alam
tumbuh-tumbuhan sekelilingnya.
c)
Alam fauna di daerah tempat tinggalnya
Pengetahuan
tentang alam fauna merupakan pengetahuan dasar bagi suku-suku bangsa yang hidup
dari berburu atau perikanan, tetapi juga bagi yang hidup dari pertanian. Daging
binatang merupakan unsur penting dalam makanan suku-suku bangsa bertani juga.
d)
Zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya
Pengetahuan
tentang ciri-ciri dan sifat-sifat bahan mentah, benda-benda di sekelilingnya,
juga sangat penting bagi manusia karena tanpa itu manusia tidak mungkin membuat dan menggunakan alat-alat
dalam hidupnya. Sistem teknologi dalam suatu kebudayaan sudah tentu erat
sangkut-pautnya dengan sistem pengetahuan tentang zat-zat, bahan-bahan mentah,
dan benda-benda ini.
e)
Tubuh manusia
Pengetahuan
tentang tubuh manusia dalam kebudayaan-kebudayaan yang belum begitu banyak
dipengaruhi ilmu kedokteran masa kini, sering juga luas sekali. Pengetahuan dan
ilmu untuk menyembuhkan penyakit dalam masyarakat pedesaan banyak dilakukan
oleh para dukun dan tukang pijat, dan oleh karena itu penulis sebut ilmu dukun.
f) Sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia
Dalam tiap
masyarakat, manusia tidak dapat mengabaikan pengetahuan tentang sesama
manusianya. Banyak suku bangsa yang belum terpengaruh ilmu psikologi modern,
dalam hal bergaul dengan sesamanya harus berpegangan pada misalnya pengetahuan
tentang tipe-tipe wajah (ilmu filsafat), atau pengetahuan tentang tanda-tanda
tubuh tersebut.
g)
Ruang dan waktu
Pengetahuan
dan konsepsi tentang ruang dan waktu juga ada dalam banyak kebudayaan yang
belum terpengaruh ilmu pasti modern. Banyak kebudayaan mengenai suatu sistem
untuk menghitung jumlah-jumlah besar, mengukur, menimbang, mengukur waktu (
tanggalan) dan sebagainya.
2.4 Sistem
Religi
2.4.1
Perhatian Ilmu Antropologi terhadap Religi
Sejak
lama, ketika ilmu antropologi belum ada dan hanya merupakan suatu himpunan
tulisan mengenai adat-istiadat yang aneh-aneh dari suku-suku bangsa di luar
Eropa, religi telah menjadi suatu pokok penting dalam buku-buku bangsa itu.
Kemudian, ketika bahan etnografi tersebut digunakan secara luas oleh dunia
ilmiah,
perhatian terhadap bahan mengenai upacara
keagamaan itu sangat besar. sebenarnya ada dua hal yang menyebabkan perhatian
yang besar itu, yaitu:
a)
Upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa biasanya
merupakan unsur kebudayaan yang tampak secara lahir;
b)
Bahan etnografi mengenai upacara keagamaan diperlukan untuk
menyusun teori-teori tentang asal-mula religi.
Para
pengarang etnografi yang datang dalam masyarakat suatu suku bangsa tertentu, akan
segera tertarik akan upacara-upacara keagamaan suku bangsa itu, karena
upacara-upacara itu pada lahirnya tampak berbeda sekali dengan upacara
keagamaan dalam agama bangsa-bangsa Eropa itu sendiri, yakni agama Nasrani.
Hal-hal yang berbeda itu dahulu dianggap aneh, dan justru karena keanehannya
itu menarik perhatian.
2.4.2
Unsur-unsur Khusus dalam Sistem Religi
Dalam
membahas pokok antropologi tentang religi, sebaiknya juga di bicarakan sistem
ilmu gaib sehingga pokok itu dapat dibagi menjadi dua pokok khusus, yaitu: (1)
sistem religi dan (2) sistem ilmu gaib.
Semua
aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu
getaran jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan (religious emotion). Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh
setiap manusia, walaupun getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung untuk
beberapa detik saja, untuk kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah
yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan bersifat religi.
Suatu
sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri untuk sedapat
mungkin memelihara emosi keagamaan itu di antara pengikut-pengikutnya. Dengan
demikian, emosi keagamaan merupakan unsur penting dalam suatu religi bersama
dengan tiga unsur yang lain, yaitu:
a)
Sistem keyakinan
Sistem
keyakinan secara khusus mengandung banyak subunsur. Mengenai ini para ahli antropologi
biasanya menaruh perhatian terhadap konsepsi tentang dewa-dewa yang baik maupun
yang jahat; sifat dan tanda dewa-dewa; konsepsi tentang
makhluk-makhluk halus lainnya seperti roh-roh
leluhur, roh-roh lain yang baik maupun yang jahat, hantu dan lain-lain; konsepsi
tentang dewa tertinggi dan pencipta alam; masalah terciptanya dunia dan alam
(kosmogoni); masalah mengenai bentuk dan sifat-sifat dunia dan alam (kosmologi);
konsepsi tentang hidup dan maut; konsepsi tentang dunia roh, dunia akhirat dan
lain-lain.
b)
Sistem upacara keagamaan
Sistem
upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yang menjadi perhatian
khusus dari para ahli antropologi ialah:
1) Tempat
upacara keagamaan dilakukan
Berhubungan dengan tempat-tempat keramat upacara dilakukan, yaitu
makam, candi, pura, kuil, gereja, langgar, surau, masjid dan sebagainya.
2) Saat-saat
upacara keagamaan dijalankan
Aspek mengenai saat-saat beribadah, hari-hari keramat dan suci dan
sebagainya.
3) Benda –benda
dan alat upacara
Tentang benda-benda yang dipakai dalam upacara, termasuk
patung-patung yang melambangkan dewa-dewa, alat bunyi-bunyian seperti lonceng
suci, seruling suci, genderang suci dan sebagainya.
4) Orang-orang
yang melakukan dan memimpin upacara
Aspek
yang mengenai para pelaku upacara keagamaan, yaitu para pendeta biksu, syaman,
dukun dan lain-lain.
Upacara-upacara
itu sendiri banyak juga unsurnya, yaitu:
1. Bersaji
2. Berkorban
3. Bedoa
4. Makan
bersama makanan yang telah disucikan dengan doa
5. Menari
tarian suci
6. Menyanyi
nyanyian suci
7. Berpropesi
atau berpiawai
8. Memainkan
seni drama suci
9. Berpuasa
10. Intoksikasi
atau mengaburkan pikiran dengan makan obat bius sampai kerasukan, mabuk
11. Bertapa
12. Bersemedi
c)
Suatu umat yang menganut religi itu.
Subunsur
ketiga dalam religi adalah subunsur mengenai umat yang menganut agama atau
religi yang bersangkutan. Secara khusus subunsur itu meliputi masalah pengikut
suatu agama, hubungannya satu dengan yang lain, hubungannya dengan para
pemimpin agama, baik dalam saat adanya upacara keagamaan maupun dalam kehidupan
sehari-hari; dan akhirnya subunsur itu juga meliputi masalah seperti organisasi
dari para umat, kewajiban, serta hak-hak para warganya.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete