Elsa - Disney's Frozen

Tuesday, 16 February 2016

HASIL BUDAYA DAN FUNGSINYA ZAMAN PALEOLITIKUM, MESOLITIKUM, NEOLITIKUM, MEGALITIKUM DAN GAMBARNYA


ZAMAN PALEOLITIKUM

Flakes
   
Flakes yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan untuk mengupas makanan. Flakes termasuk hasil kebudayaan Ngandong sama seperti alat-alat dari tulang binatang. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya untuk berburu, menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan.

Kapak Genggam

Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut "chopper" (alat penetak/pemotong) Alat ini dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara mempergunakannya dengancara menggenggam. Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanyasebagai tempat menggenggam. Kapak genggam berfungsi menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang.


Kapak Perimbas


Kapak perimbas berpungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai senjata. Manusia kebudayan Pacitan adalah jenis Pithecanthropus. Alat ini juga ditemukan di Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), lahat, (Sumatra selatan), dan Goa Choukoutieen (Beijing). Alat ini paling banyak ditemukan di daerah Pacitan, Jawa Tengah sehingga oleh Ralp Von Koenigswald disebut kebudayan pacitan

Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa

Salah satu alat peninggalan zaman paleolithikum yaitu alat dari tulang binatang. Alat-alat dari tulang ini termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kebanyakan alat dari tulang ini berupa alat penusuk (belati) dan ujung tombak bergerigi. Fungsi dari alat ini adalah untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah. Selain itu alat ini juga biasa digunakan sebagai alat untuk menangkap ikan


ZAMAN MESOLITIKUM

Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)

Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu atau menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).

Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)


Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.

Hachecourt (kapak pendek)


Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek.

Pipisan


Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batu penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu sihir.


ZAMAN MEGALITIKUM


Menhir

Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang, sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang berkelompok serta ada pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden berundak-undak. Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan.
Dolmen

Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu.
Dengan demikian dolmen yang berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat disebut dengan kuburan batu. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan / Jawa Barat, Bondowoso / Jawa Timur, Merawan, Jember / Jatim, Pasemah / Sumatera, dan NTT.

Waruga

Waruga adalah peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum. Didalam peti pubur batu ini akan ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa tulang- tulang manusia, gigi manuisa, periuk tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak, manik- manik, gelang perunggu, piring dan lain- lain. Dari jumlah gigi yang pernah ditemukan didalam waruga, diduga peti kubur ini adalah merupakan wadah kubur untuk beberapa individu juga atau waruga bisa juga dijadikan kubur keluarga (common tombs) atau kubur komunal. Benda- benda periuk, perunggu, piring, manik- manik serta benda lain sengaja disertakan sebagai bekal kubur bagi orang yang akan meninggal.

Peti kubur (Sarkofagus)

Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.
Daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta) dan Cepu (Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi serta manik-manik. Dari penjelasan tentang peti kubur, tentu Anda dapat mengetahui persamaan antara peti kubur dengan sarkofagus, dimana keduanya merupakan tempat menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya

Punden Berundak-undak

Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal.
Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur.
  


ZAMAN NEOLITIKUM


Pahat Segi Panjang


Daerah asal kebudayaan pahat segi panjang ini meliputi Tiongkok Tengah dan Selatan, daerah Hindia Belakang sampai ke daerah sungai gangga di India, selanjutnya sebagian besar dari Indonesia, kepulauan Philipina, Formosa, kepulauan Kuril dan Jepang.

Kapak Persegi


Asal-usul penyebaran kapak persegi melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia. Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium. Penampang kapak persegi tersedia dalam berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil. Yang ukuran besar lazim disebut dengan beliung dan fungsinya sebagai cangkul/pacul. Sedangkan yang ukuran kecil disebut dengan Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat/alat untuk mengerjakan kayu sebagaimana lazimnya pahat.

Kapak Lonjong


Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya kehitam-hitaman. Bentuk keseluruhan dari kapak tersebut adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip menjadi tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah diasah halus.
Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi. Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum Papua.

Kapak Bahu

Kapak jenis ini hampir sama seperti kapak persegi, hanya saja di bagian yang diikatkan pada tangkainya diberi leher. Sehingga menyerupai bentuk botol yang persegi. Daerah kebudayaan kapak bahu ini meluas dari Jepang, Formosa, Filipina terus ke barat sampai sungai Gangga. Tetapi anehnya batas selatannya adalah bagian tengah Malaysia Barat. Dengan kata lain di sebelah Selatan batas ini tidak ditemukan kapak bahu, jadi neolithikum Indonesia tidak mengenalnya, meskipun juga ada beberapa buah ditemukan yaitu di Minahasa.

Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah)
  

Jenis perhiasan ini banyak di temukan di wilayah jawa terutama gelang-gelang dari batu indah dalam jumlah besar walaupun banyak juga yang belum selesai pembuatannya. Bahan utama untuk membuat benda ini di bor dengan gurdi kayu dan sebagai alat abrasi (pengikis) menggunakan pasir. Selain gelang ditemukan juga alat-alat perhisasan lainnya seperti kalung yang dibuat dari batu indah pula. Untuk kalung ini dipergunakan juga batu-batu yang dicat atau batu-batu akik.
Tembikar (Periuk belanga)


Bekas-bekas yang pertama ditemukan tentang adanya barang-barang tembikar atau periuk belanga terdapat di lapisan teratas dari bukit-bukit kerang di Sumatra, tetapi yang ditemukan hanya berupa pecahan-pecahan yang sangat kecil. Walaupun bentuknya hanya berupa pecahan-pecahan kecil tetapi sudah dihiasi gambar-gambar. Di Melolo, Sumba banyak ditemukan periuk belanga yang ternyata berisi tulang belulang manusia


Terima kasih atas kunjungannya, semoga bermanfaat ☺☺☺☺☺

Monday, 15 February 2016

sistem mata pencaharian (sosiologi dan antropologi)

                                                    TUGAS MATA KULIAH
SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
SISTEM MATA PENCAHARIAN
 



DOSEN : DEDEH ZUBAEDAH, S.Pdi.,M.Pd
KELOMPOK 5
·      NUR LATIFAH
·      SITI ASIAH NURJAMILAH
·      ETIN SUHARTINI
·      DWI FIQIH WAHYUNI
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR
PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
2015

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian sistem mata pencaharian
Sebelum mengenal lebih jauh tentang bagaimana sistem mata pencaharian, alangkah baiknya kalau kita mengenal terlebih dahulu dari segi arti sistem mata pencaharian itu sendiri, berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia, sistem mata pencaharian terdiri dari dua unsur kata yaitu:
Sistem:
Pengertian sistem ada tiga yaitu:
     1.    Sekelompok bagian (alat, dsb) yang bekerja bersama-sama untuk melakukan sesuatu ; -urat saraf dalam tubuh-pemerintahan,
     2.    Sekelompok dari pendapatan, peristiwa, kepercayaan,dsb. Yang disusun dan diatur baik-baik-filsafat.
     3.    Cara (metode) yang teratur untuk melakukan sesuatu;-pengajaran bahasa
Mata Pencaharian:
Berarti, pekerjaan yang menjadi pokok penghidupan (sumbu atau pokok), pekerjaan/pencaharian utama yang dikerjakan untuk biaya sehari-hari. Misalnya; pencaharian penduduk desa itu bertani. “Dengan kata lain sistem mata pencaharian adalah cara yang dilakukan oleh sekelompok orang sebagai kegiatan sehari-hari guna usaha pemenuhan kehidupan, dan menjadi pokok penghidupan baginya”.  2.1.1 Sistem Mata Pencaharian Tradisional
Perhatian para ahli antropologi pada berbagai macam sistem mata pencaharian atau sistem ekonomi tradisional yang menekankan pada perhatian terhadap kebudayaan suatu suku bangsa secara holistik. Berbagai macam sistem tersebut yaitu:
a)    Berburu dan meramu
Mata pencaharian berburu dan meramu (hunting and gathering) merupakan suatu mata pencaharian manusia yang paling tua dan sekarang banyak masyarakat yang beralih pada mata pencaharian lain, hanya kurang-lebih setengah juta dari 3000 juta penduduk dunia sekarang atau kira-kira hanya 0,01% saja hidup dari berburu dan meramu. Walaupun suku-suku bangsa berburu dan meramu tinggal sedikit dan sulit didatangi namun para ahli antropologi masih tetap manaruh perhatian terhadap mata pencaharian ini untuk dapat menganalisa asas masyarakat dan kebudayaan manusia secara historikal.Di Indonesia masih ada juga bangsa yang hidup dari meramu, yaitu penduduk rawa-rawa di pantai-pantai Irian Jaya yang hidup dari meramu sagu. Hal-hal yang dianalisis para ahli antropologi pada mata pencaharian ini adalah sumber alam da modal, tenaga kerja, produksi dan teknologi produksi serta konsumsi, distribusi dan pemasaran.
b)    Beternak
Beternak secara tradisional atau pastoralism sebagai suatu mata pancaharian pokok yang dikerjakan dengan cara besar-besaran, pada masa sekarang dilakukan oleh kurang-lebih tujuh juta manuisa, yaitu kira-kira 0.02% dari ke-3000 juta penduduk dunia. Sepanjang sejarah, suku-suku bangsa peternak menunjukan sifat-sifat agresif. Bangsa-bangsa peternak biasanya hidup mengembara sepanjang musim semi dan musim panas dalam wilaynh tertentu yang sangat luas, dimana mereka berkemah dijalan pada malam hari. Dalam hal mempelajari masyarakat peternak, ilmu antrpologi juga menaruh perhatian yang sama seperti mata pencaharian lain yaitu masalah peternakan dan modal, masalah tenaga kerja, ma produksi,dan teknologi produksi dan akhirnya masalah konsumsi, distribusi dan pemasaran hasil peternakan.
c)    Bercocok tanam di ladang
Bercocok tanam di ladang merupakan suatu bentuk mata pencaharian manusia yang lambat laun juga akan hilang, diganti dengan bercocok tanam menetap. Bercocok tanam di ladang sebagian besar dilakukan di daerah-daerah rimba tropik terutama di Asia Tenggara dan Kepulauan Asia Tenggara. Cara bercocok tanam di ladang yaitu membuka sebidang tanah dengan memotong belukar dan menebang pohon-pohon, dahan-dahan dan batang-batang yang jatuh bertebaran dibakar setelah kering; kemudian ladang-ladang yang dibuka itu ditanami dengan pengolahan yang minimum dan tanpa irigasi; sesudah dua atau tiga kali memungut hasilnya, tanah itu ditinggalkan; sebuah ladang baru dibuka dengan cara yang sama; setelah 10-12 tahun, mereka akan kembali ke ladang pertama yang sudah tertutup hutan kembali. Para ahli antropologi menaruh perhatian terhadap masalah tanah dan modal, tenaga kerja, teknologi dan cara-cara produksi serta pemasaran hasil bercocok tanam di ladang.
d)    Menangkap ikan
Disamping berburu dan meramu, menangkap ikan juga merupakan mata pencaharian yang sangat tua. Mata pencaharian ini dilakukan oleh manusia purba yang kebetulan hidup di sekitar sungai danau atau laut telah menggunakan sumber alam yang penting itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut para ahli lebih dari 50% ikan di seluruh dunia hidup dalam kawanan yang meliputi beribu ekor dengan jarak 10-30km dari pantai. Ada laut-laut tertentu yang pantainya menjadi daerah hidup kawanan ikan tertentu, yang berimigrasi menurut musim. Di perairan sekitar pantai Nusantara bagian barat terdapa awanan besar ikan kembung, dan di sekitar pantai Kepulauan Nusantara bagian timur terdapat ikan cakalang. Dalam mempelajari suatu masyarakat yang bermata  pencaharian sebagai nelayan, para antropologi juga menaruh perhatian hal serupa yaitu sumber alam dan modal, tenaga kerja, teknologi produksi, dan konsumsi distribusi dan pemasaran.
e)    Bercocok tanam menetap dengan irigasi
Bercocok tanam menetsap pertama-tama timbul di beberapa daerahyang terletak di derah periran di sungi-sungai besar (karena daerah itu subur tanahnya). Banyak suku bangsa yang melakukan bercocok tanam di ladang dan sekarang mulai berubah menjadi petsni menetap. Perubahn ini terjadi di daerah-daerah berpendududkan padat yangmelebihi kira-kira 500 jiwa tiap km2. Ilmu antropologi yang menaruh perhatian terhadap masalah yang berkaitan dengan mata pencaharian ini adalah tanah dan modal, tenaga kerja, teknologi (masalah organisasi irigasi, pembagian air dan sebagainya), konsumsi, distribusi dan pemasaran. Dari kelima sistem tersebut, seorang ahli antropologi juga hanya memperhatikan sisitem produksi lokalnya termasuk sumber alam, cara pengumpulan modal, cara pengarahan dan pengaturan tenaga kerja, serta teknologi produksi, sistem distribusi di pasar-pasar yang dekat saja, dan proses konsumsinya.

2.2 Organisasi Sosial
2.2.1 Unsur-unsur Khusus dalam Organisasi Sosial
            Setiap kehidupan masyarakat diorganisasi atau diatur oleh adat-istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan tempat individu hidup dan bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan mesra adalah kesatuan kekerabatannya, yaitu keluarga inti yang dekat dan kaum kerabat lain. Kemudian ada kesatuan-kesatuan di luar kaum kerabat, tetapi masih dalam lingkungan komunitas. Karena tiap masyarakat manusiadan juga masyarakat


desa, terbagi ke dalam lapisan-lapisan, maka tiap orang di luar kaum kerabatnya menghadapi lingkungan orang-orang yang lebih tinggi daripadanya dan yang sama tingkatnya. Di antara golongan terakhir ini ada orang-orang yang dekat padanya dan ada pula orang-orang yang jauh padanya.
2.2.2 Sistem Kekerabatan
            Dalam masyarakat di mana pengaruh industrialisasi sudah masuk mendalam, tampak bahwa fungsi kesatuan kekerabatan yang sebelumnya penting dalam banyak sektor kehidupan seseorang, biasanya mulai berkurang dan bersamaan dengan itu adat-istiadat yang mengatur kehidupan kekerabatan sebagai kesatuan mulai mengendor. Namun masih banyak sekali masyarakat di Afrika, Asia, Oseania, dan Amerika Latin, yang berdasarkan pertanian dengan suatu kebudayaan agraris. Pada kebudayaan seperti itu hubungan kekerabatan dalam kehidupan masyarakat biasanya masing-masing sangat penting.

2.3 Sistem Pengetahuan
2.3.1 Perhatian Antropologi terhadap Pengetahuan
            Dalam suatu etnografi biasanya ada berbagai bahan keterangan mengenai sistem pengetahuan dalam kebudayaan suku bangsa yang bersangkutan. Bahan itu biasanya meliputi pengetahuan mengenai teknologi, sering kali juga ada keterangan mengenai pengetahuan yang mencolok dan dianggap aneh oleh pengarangnya, seperti kepandaian suku-suku bangsa Negrito di Sungai Kongo Afrika Tengah dalam mengolah dan memasak bisa panah yang “mujarab”, pengetahuan mengenai obat-obatan asli dari suku-suku bangsa penduduk Sumatera Barat, atau pengetahuan teknologi suku-suku bangsa penduduk Polinesia dan Mikronesia mengenai pembangunan perahu dan kepandaian berlayar dengan seluruh sistem navigasinya. Malahan mengenai pengetahuan yang mencolok serupa bahan telah ditulis dalam berbagai karangan khusus. Walaupun demikian, bahan itu sering kali kurang menjadi objek analisis para ahli antropologi; dalam karangan ilmu antropologi bahan itu hanya merupakan bahan istimewa saja.


2.3.2 Sistem Pengetahuan
            Uraian mengenai pokok-pokok khusus yang merupakan isi dari sistem pengetahuan dalam suatu kebudayaan, akan merupakan suatu uraian tentang cabang-cabang pengetahuan. Cabang-cabang itu sebaiknya dibagi berdasarkan pokok perhatiannya.
Dengan demikian tiap suku bangsa di dunia biasanya mempunyai pengetahuan tentang :
           a)    Alam sekitarnya
Pengetahuan tentang alam sekitarnya misalnya pengetahuan tentang musim-musim, tentang sifat-sifat gejala alam, tentang bintang-bintang dan sebagainya. Pengetahuan mengenai masalah tersebut biasanya berasal dari keperluan praktis untuk berburu, bertani, berlayar menyebrangi laut dari suatu pulau ke pulau lain (seperti pada suku-suku bangsa penduduk kepulauan Oseania).                                        
b)    Alam flora di daerah tempat tinggalnya
Pengetahuan tentang alam flora sudah tentu merupakan salah satu pengetahuan dasar bagi kehidupan manusia dalam masyarakat kecil, terutama bila mata pencarian hidupnya yang pokok adalah pertanian, tetapi juga suku-suku bangsayang hidup dari berburu, peternakan, atau perikanan tidak dapat mengabaikan pengetahuan tentang alam tumbuh-tumbuhan sekelilingnya.
c)    Alam fauna di daerah tempat tinggalnya 
Pengetahuan tentang alam fauna merupakan pengetahuan dasar bagi suku-suku bangsa yang hidup dari berburu atau perikanan, tetapi juga bagi yang hidup dari pertanian. Daging binatang merupakan unsur penting dalam makanan suku-suku bangsa bertani juga.
d)    Zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya
Pengetahuan tentang ciri-ciri dan sifat-sifat bahan mentah, benda-benda di sekelilingnya, juga sangat penting bagi manusia karena tanpa itu manusia tidak mungkin membuat dan menggunakan alat-alat dalam hidupnya. Sistem teknologi dalam suatu kebudayaan sudah tentu erat sangkut-pautnya dengan sistem pengetahuan tentang zat-zat, bahan-bahan mentah, dan benda-benda ini.
e)    Tubuh manusia
Pengetahuan tentang tubuh manusia dalam kebudayaan-kebudayaan yang belum begitu banyak dipengaruhi ilmu kedokteran masa kini, sering juga luas sekali. Pengetahuan dan ilmu untuk menyembuhkan penyakit dalam masyarakat pedesaan banyak dilakukan oleh para dukun dan tukang pijat, dan oleh karena itu penulis sebut ilmu dukun.
f)     Sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia
Dalam tiap masyarakat, manusia tidak dapat mengabaikan pengetahuan tentang sesama manusianya. Banyak suku bangsa yang belum terpengaruh ilmu psikologi modern, dalam hal bergaul dengan sesamanya harus berpegangan pada misalnya pengetahuan tentang tipe-tipe wajah (ilmu filsafat), atau pengetahuan tentang tanda-tanda tubuh tersebut.
g)    Ruang dan waktu
Pengetahuan dan konsepsi tentang ruang dan waktu juga ada dalam banyak kebudayaan yang belum terpengaruh ilmu pasti modern. Banyak kebudayaan mengenai suatu sistem untuk menghitung jumlah-jumlah besar, mengukur, menimbang, mengukur waktu ( tanggalan) dan sebagainya.

2.4 Sistem Religi
2.4.1 Perhatian Ilmu Antropologi terhadap Religi
            Sejak lama, ketika ilmu antropologi belum ada dan hanya merupakan suatu himpunan tulisan mengenai adat-istiadat yang aneh-aneh dari suku-suku bangsa di luar Eropa, religi telah menjadi suatu pokok penting dalam buku-buku bangsa itu. Kemudian, ketika bahan etnografi tersebut digunakan secara luas oleh dunia ilmiah,


perhatian terhadap bahan mengenai upacara keagamaan itu sangat besar. sebenarnya ada dua hal yang menyebabkan perhatian yang besar itu, yaitu:
a)    Upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan yang tampak secara lahir;
b)    Bahan etnografi mengenai upacara keagamaan diperlukan untuk menyusun teori-teori tentang asal-mula religi.
Para pengarang etnografi yang datang dalam masyarakat suatu suku bangsa tertentu, akan segera tertarik akan upacara-upacara keagamaan suku bangsa itu, karena upacara-upacara itu pada lahirnya tampak berbeda sekali dengan upacara keagamaan dalam agama bangsa-bangsa Eropa itu sendiri, yakni agama Nasrani. Hal-hal yang berbeda itu dahulu dianggap aneh, dan justru karena keanehannya itu menarik perhatian.
2.4.2 Unsur-unsur Khusus dalam Sistem Religi
            Dalam membahas pokok antropologi tentang religi, sebaiknya juga di bicarakan sistem ilmu gaib sehingga pokok itu dapat dibagi menjadi dua pokok khusus, yaitu: (1) sistem religi dan (2) sistem ilmu gaib.
            Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan (religious emotion). Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung untuk beberapa detik saja, untuk kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan bersifat religi.
            Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu di antara pengikut-pengikutnya. Dengan demikian, emosi keagamaan merupakan unsur penting dalam suatu religi bersama dengan tiga unsur yang lain, yaitu:
a)    Sistem keyakinan
Sistem keyakinan secara khusus mengandung banyak subunsur. Mengenai ini para ahli antropologi biasanya menaruh perhatian terhadap konsepsi tentang dewa-dewa yang baik maupun yang jahat; sifat dan tanda dewa-dewa; konsepsi tentang

makhluk-makhluk halus lainnya seperti roh-roh leluhur, roh-roh lain yang baik maupun yang jahat, hantu dan lain-lain; konsepsi tentang dewa tertinggi dan pencipta alam; masalah terciptanya dunia dan alam (kosmogoni); masalah mengenai bentuk dan sifat-sifat dunia dan alam (kosmologi); konsepsi tentang hidup dan maut; konsepsi tentang dunia roh, dunia akhirat dan lain-lain.
b)    Sistem upacara keagamaan
Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yang menjadi perhatian khusus dari para ahli antropologi ialah:
1)    Tempat upacara keagamaan dilakukan
Berhubungan dengan tempat-tempat keramat upacara dilakukan, yaitu makam, candi, pura, kuil, gereja, langgar, surau, masjid dan sebagainya.
2)    Saat-saat upacara keagamaan dijalankan
Aspek mengenai saat-saat beribadah, hari-hari keramat dan suci dan sebagainya.
3)    Benda –benda dan alat upacara
Tentang benda-benda yang dipakai dalam upacara, termasuk patung-patung yang melambangkan dewa-dewa, alat bunyi-bunyian seperti lonceng suci, seruling suci, genderang suci dan sebagainya.
4)    Orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara
Aspek yang mengenai para pelaku upacara keagamaan, yaitu para pendeta biksu, syaman, dukun dan lain-lain.
Upacara-upacara itu sendiri banyak juga unsurnya, yaitu:
1.     Bersaji
2.     Berkorban
3.     Bedoa
4.     Makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa
5.     Menari tarian suci
6.     Menyanyi nyanyian suci
7.     Berpropesi atau berpiawai
8.     Memainkan seni drama suci 
9.     Berpuasa
10. Intoksikasi atau mengaburkan pikiran dengan makan obat bius sampai kerasukan, mabuk
11. Bertapa
12. Bersemedi

c)    Suatu umat yang menganut religi itu.
Subunsur ketiga dalam religi adalah subunsur mengenai umat yang menganut agama atau religi yang bersangkutan. Secara khusus subunsur itu meliputi masalah pengikut suatu agama, hubungannya satu dengan yang lain, hubungannya dengan para pemimpin agama, baik dalam saat adanya upacara keagamaan maupun dalam kehidupan sehari-hari; dan akhirnya subunsur itu juga meliputi masalah seperti organisasi dari para umat, kewajiban, serta hak-hak para warganya.